Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereNegarawan / Amir Syarifuddin Harahap
Amir Syarifuddin Harahap
Dirangkum oleh: Sri Setyawati
Mungkin tidak banyak dari kita yang mengenal sosok perdana menteri Indonesia yang beragama Kristen ini secara mendalam. Padahal, kiprahnya di dunia pemerintahan cukup berpengaruh. Bahkan, namanya dicantumkan dalam buku-buku pelajaran sejarah Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah. Seperti apakah kehidupan tokoh ini? Hal-hal positif apa yang bisa kita pelajari dari tokoh ini?
Tokoh yang pernah menduduki posisi sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-2 ini adalah Amir Syarifuddin Harahap. Dia dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 27 April 1907. Ayahnya, Djamin Baginda Soripada Harahap, adalah seorang kepala adat dari Pasar Matanggor, Padang Lawas dan seorang jaksa di Medan. Ibunya bernama Basunu Siregar keturunan Batak-Melayu. Pada saat itu, orang-orang Batak hijrah secara besar-besaran ke Deli untuk bekerja di perkebunan.
Amir Syarifuddin bersekolah di ELS (setingkat SD) di Medan. Dia tamat dari ELS tahun 1921. Pada tahun 1926, dia diajak oleh sepupunya, Todung Sutan Gunung Mulia -- pendiri penerbit Kristen BPK Gunung Mulia, untuk melanjutkan studi ke Leiden, Belanda.
Saat berada di Belanda, Amir dan Todung tinggal di rumah Dirk Smink, seorang guru Kristen Calvinis. Setelah beberapa waktu berada di Belanda, Amir mulai tertarik dengan ajaran Kristen dan dengan tekun dia mempelajari ajaran-ajaran Kristen. Setelah itu, dia memutuskan untuk bertobat dan minta dibaptis di Indonesia. Saat di Belanda, Amir juga aktif berorganisasi. Organisasi pertama yang dia ikuti adalah Perhimpunan Siswa Gymnasium, Haarlem. Sementara untuk menumbuhkan imannya, dia cukup sering bergabung dalam diskusi-diskusi Kelompok Kristen. Berbekal dari pengalamannya ini, dia memelopori lahirnya Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) setelah dia kembali di Indonesia. Amir adalah seorang orator yang berwawasan luas dan memiliki selera humor tinggi. Dia sangat pintar bergaul dan bersosialisasi dengan semua kalangan, baik orang dewasa maupun anak-anak.
Pada September 1927, Amir kembali menginjakkan kaki di Indonesia karena masalah keluarga, padahal pendidikannya di Belanda belum tamat. Setelah berada di Indonesia, Amir mendaftarkan diri di Sekolah Hukum di Batavia (sekarang Jakarta). Selama mengambil studi di tempat itu, Amir tinggal berpindah-pindah, ia pernah menumpang di tempat Todung, asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, dan Mr. Muhammad Yamin.
Semakin dewasa, Amir semakin banyak berkecimpung dalam dunia politik. Dia mendirikan Partai Indonesia (Partindo) dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Selain pintar berorasi, Amir juga pintar dalam hal kepenulisan. Dia sempat menjadi penulis dan redaktur "Poedjangga Baroe" [Sebuah majalah sastra Indonesia yang didirikan Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisjahbana (STA), terbit bulan Juli 1933 - Februari 1942, Red.]. Pada tahun 1928-1930 dia menjadi pemimpin redaksi majalah Perhimpunan Pemoeda Pelajar Indonesia (PPPI). Dalam media massa, Amir menggunakan nama samaran "Massa Actie". Bersama sejumlah orang Kristen, Amir juga pernah menerbitkan "Boekoe Peringatan Hari Djadi Isa Al-Maseh".
Sebelum Jepang menyerang Hindia Belanda, Amir mengikuti garis Komunis Internasional agar kelompok sayap kiri (kelompok yang biasanya dihubungkan dengan aliran sosialis atau demokrasi sosial, yang didasari oleh komunisme maupun filsafat marxisme, namun menolak bila mereka dihubungkan dengan komunisme atau bahkan dengan anarkisme) menggalang aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk menghancurkan Fasisme. Oleh karena hal ini, anggota-anggota kabinet Gubernur Jenderal memanggilnya, dan menggalang semua kekuatan antifasis untuk bekerja sama dengan dinas rahasia Belanda dalam menghadapi serbuan Jepang.
Pada Januari 1943, ia tertangkap oleh fasis Jepang karena dituduh memimpin gerakan bawah tanah, yang dibiayai oleh Van der Plas (Belanda). Amir mendapatkan eksekusi hukuman mati dari Jepang, namun dengan intervensi Ir. Soekarno, hukuman tersebut batal dilakukan.
Perjuangan Amir tidak sampai di situ. Bersama Sanusi Pane dan teman-temannya sesama etnis Batak, Amir mendirikan organisasi yang disebut "Jong Batak". Amir dan teman-temannya membangun semangat baru bagi pemuda Tanah Batak.
Sebelum diangkat menjadi perdana menteri (3 Juli 1947 – 29 Januari 1948), Amir ditunjuk untuk menjabat Menteri Pertahanan dari Partai Sosialis dalam Kabinet Sjahrier (12 Maret 1946). Dia juga pernah ditunjuk sebagai wakil bangsa Indonesia dalam perjanjian Renville (perjanjian antara Indonesia-Belanda).
Pada tanggal 19 Desember 1948, Amir menghembuskan napas terakhir. Penguburannya tidak dilakukan dengan tanda kehormatan apa pun. Bahkan, di atas pusaranya tidak dituliskan namanya. Hal ini terjadi karena dia dianggap sebagai salah satu antek Partai Komunis Indonesia (PKI). Dia dikuburkan di Desa Ngaliyan, Karanganyar, Jawa Tengah. Dia tidak menerima tanda jasa dan keluarganya juga tidak mendapat santunan apa pun. Kehidupan keluarga Amir sangat memprihatinkan. Namun, 2 tahun setelah meninggal, tepatnya pada tanggal 15 November 1950, atas perintah Presiden Soekarno, pusaranya digali kembali dan dilakukan proses identifikasi. Setelah itu, diadakan serah terima kerangka kepada keluarga dan dimakamkan kembali. Tragisnya, ada sekelompok pemuda yang merusak makam Amir dan ditutupi dengan potongan rel kereta api. Di samping kuburnya sudah digunakan untuk makam-makam baru, sehingga keluarga tidak bisa memindahkan makam Amir. Setelah bertahun-tahun, keluarga Amir bisa melakukan pemugaran dengan bantuan dari lembaga Ut Omnes Unum Sint Institute. Lembaga ini didirikan 17 pemuda Batak dan saat ini diketuai oleh Jones Batara Manurung. Pemugaran tepatnya dimulai pada tanggal 12 Agustus 2008. Setelah pemugaran selesai, pada tanggal 14 November diadakan ibadah syukur di Gereja Dagen Palur, Solo. Acara tersebut dihadiri para undangan dari berbagai gereja, LSM, organisasi kemahasiswaan di Solo dan Yogyakarta.
Meskipun nama Amir dicantumkan dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah, namun buku yang mengupas biografi Amir Syarifuddin sangat jarang ditemukan. Salah satu buku yang pernah menuliskan tentang hidupnya, "Amir Syarifuddin; Pergumulan Iman dan Perjuangan Kemerdekaan", yang diterbitkan oleh Penerbit Sinar Harapan pada tahun 1984 pun dilarang beredar.
Kebenaran sejarah mengungkap bahwa ideologi politik Amir memang komunis, tetapi dia bukan antiagama. Para pemimpin agama antikomunislah yang menyebutnya ateis. Amir percaya pada Tuhan, tidak ada tanda-tanda dia ateis. Akan tetapi, kekristenan Amir memang tidak banyak terekspos. Setelah bertobat, Amir pernah mendapatkan kesempatan untuk berkhotbah. Khotbahnya selalu disampaikan dengan semangat nasionalisme. Salah satu orang Jepang yang dia idolakan adalah Toyohiko Kagawa, reformator Kristen dan aktivis buruh yang panutan. Menurut Kagawa, yang mendasar dalam kekristenan adalah hidup dalam kasih dan mau peduli dengan orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Bukan hanya memprioritaskan pada pembangunan tempat ibadah yang besar dan mewah. Baginya, Tuhan Yesus adalah tokoh teladan yang harus diikuti. Dengan penuh kerendahan hati rela melayani sesama.
Dirangkum dari:
1. Lumbangaol, Hotman Jonathan. "Amir Syarifuddin Harahap, Perdana Menteri RI yang Dilupakan". Dalam http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=21&jd=Amir+Syarifuddin+Harahap%2C+Perdana+Menteri+RI+yang+Dilupakan&dn=20081215122430.
2. _________. "Amir Sjarifoeddin". Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Amir_Sjarifoeddin.
3. _________. "Ex-Perdana Menteri Indonesia Amir Syarifuddin Harahap Murtad". Dalam http://indonesia.faithfreedom.org/forum/ex-perdana-menteri-indonesia-amir-syarifuddin-harahap-murtad-t33238/.
Sumber: Bio-Kristi 92
- Login to post comments
- 37264 reads