Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereRiwayat / Ester: Alkitab
Ester: Alkitab
Pahlawan wanita yang namanya dipakai sebagai nama Kitab, Ester, adalah seorang wanita muda Yahudi yang tinggal dalam pembuangan pada penyebaran Persia, yang dengan kemudaan dan kecantikannya menjadi ratu di Kerajaan Persia, dan kemudian dengan kecerdasan dan keberaniannya menyelamatkan bangsa Yahudi dari kebinasaan.
Pesan dari Kitab Ester, sebuah karya fiksi sejarah yang ditulis pada akhir penyebaran Persia – awal periode Hellenistik (abad ke 4 SM), memberikan kekuatan bagi orang Yahudi yang dalam pembuangan bahwa mereka, meskipun tidak berdaya di bawah kekuasaan Kerajaan Persia, dengan sumber daya dan talenta mereka, bukan hanya bisa selamat tetapi berkelimpahan, sama seperti Ester.
Ester pertama kali muncul dalam kisah itu sebagai seorang gadis yang dikumpulkan ke tempat kediaman selir raja yang dicalonkan untuk menggantikan Wasti, istri Raja Ahasyweros yang dibuang (Xerxes I, memerintah 485-465 SM). Dia dikenal sebagai putri dari Abihail (Est. 2:15) dan sepupu dan anak angkat Mordekhai, dari suku Benyamin (Est. 2:5-7). Tidak banyak yang diceritakan mengenai karakternya, tetapi dia digambarkan sebagai cantik (2:7), dan patuh (2:10), dan tampaknya dia bisa menyesuaikan diri dan bisa bekerja sama. Dia pun dengan cepat disenangi oleh ketua sida-sida, Hegai, dan ketika tiba gilirannya untuk bersama dengan raja, Ahasyweros jatuh cinta kepadanya dan menjadikan dia ratu. Semua ini terjadi sementara Ester merahasiakan identitasnya sebagai orang Yahudi (Est. 2:10, 20).
Setelah Ester menjadi ratu, sepupunya Mordekhai mengalami pergumulan kekuasaan dengan kepala dewan, Haman orang Aga, keturunan seorang raja Amalek yang merupakan musuh Israel pada zaman Raja Saul (1 Sam. 15:32). Mordekhai menolak untuk menyembah Haman, dan ini membuat Haman menjadi sangat marah sehingga dia memutuskan untuk tidak hanya membunuh Mordekhai, tetapi membinasakan seluruh bangsanya. Dia mendapatkan ijin dari raja untuk melakukan ini, dan tanggalnya ditetapkan, Adar 13 (peristiwa ini menetapkan hari perayaan Purim, perayaan populer bangsa Yahudi). Ketika Mordekhai mengetahui rencana Haman, dia bergegas menuju istana untuk memberitahu Ester, dia meratap dan memakai kain kabung dan abu (Est. 4:1-3).
Sampai pada kisah ini, karakter Ester tampak menonjol. Ketika pertama kalinya dia mengetahui rencana Haman dan ancaman bagi orang Yahudi, reaksinya adalah putus asa. Dia tidak bisa menghadap raja tanpa dipanggil, atau dia akan dihukum mati, sedangkan raja tidak memanggilnya dalam 30 hari, menunjukkan bahwa dia tidak dikehendaki (Est. 4:11). Akan tetapi, mengikuti dorongan Mordekhai yang mendesaknya, dia memutuskan untuk melakukan apa yang dia bisa untuk menyelamatkan bangsanya, diakhiri dengan pernyataannya “Dan aku akan masuk menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati” (Est. 4:16). Ester yang dapat menyesuaikan diri dan patuh kini menjadi seorang wanita yang berani bertindak.
Dia menghadap tanpa dipanggil di hadapan raja Ahasyweros, yang bukan hanya tidak membunuhnya, tetapi bahkan berjanji untuk memenuhi keinginannya (teksnya di sini, meskipun, tidak menyebutkan Allah, tetapi pemeliharaan Allah tampak dengan jelas). Dalam momen pengendalian yang luar biasa, Ester memohon kepada raja untuk mengadakan perjamuan makan (Est. 5:4)! Raja, ditemani oleh Haman, menghadiri pesta Ester, dan sekali lagi dimohon untuk menghadiri pesta makan malam lagi. Hanya dalam pesta makan yang kedua, ketika raja benar-benar terpedaya oleh pesonanya, dia mengungkapkan tujuannya yang sebenarnya: melucuti Haman dan membuka rencananya. Dia menyatakan, untuk pertama kalinya, identitasnya sebagai orang Yahudi, dan menuduh Haman atas rencanaya untuk membinasakan dia dan bangsanya. Raja yang mudah berubah pendirian menjadi membela wanita yang kepadanya dia acuh tak acuh selama 3 hari sebelumnya, Haman dihukum mati, dan orang Yahudi mendapat ijin untuk membela diri mereka dari musuh, dan mereka pun berhasil (Est. 7-9). Kitab ini diakhiri dengan Mordekhai yang diangkat menjadi sida-sida dan kekuasaan sekarang ada di tangan Ester.
Ester dan kitabnya telah disalahmengerti oleh banyak penafsir selama berabad-abad. Meskipun sangat populer di antara orang Yahudi, itu merupakan kitab terakhir yang diterima ke dalam kanon, dan diterima hanya karena kaitannya dengan Perayaan Purim. Kitab itu dicerca karena tidak mengandung agama: Allah tidak disebutkan, dan hanya menyebutkan praktek agama Yahudi yaitu berpuasa (Est. 4:16). Pendeta Yahudi bingung dengan kegagalan Ester untuk hidup sebagai orang Yahudi: dia melakukan hubungan seksual dan menikah dengan orang bukan Yahudi, tinggal di istana Persia, dan tidak mengikuti hukum yang berhubungan dengan makanan (Septuaginta, terjemahan Yunani dari Alkitab Ibrani, mencoba untuk memperbaiki ini dengan menambahkan doa dan berulang-ulang memohon kepada Allah, serta pernyataan Ester bahwa dia segan dengan gaya hidupnya yang sekarang). Lagipula, Ester dicerca oleh komentator pria maupun wanita karena ikut serta dalam adat kebiasaan kediaman selir Persia, dan oleh komentator Kristen karena keganasannya dalam membinasakan orang-orang bukan Yahudi (Est. 9:1-15). Akan tetapi, semua kritik ini gagal menangkap tujuan sesungguhnya dari kitab tersebut.
Tujuan dari Kitab Ester adalah untuk menunjukkan kepada orang Yahudi yang ada di pembuangan bahwa adalah mungkin untuk mencapai sukses di negeri pembuangan tanpa menyerahkan identitas sebagai orang Yahudi. Dalam hal ini, Kitab Ester sama dengan kitab-kitab lain seperti Daniel atau Tobit, atau, bahkan, tokoh sejarah, Nehemia. Akan tetapi, Kitab Ester ini unik dalam dua hal penting. Pertama, tokoh protagonis dalam kitab, dan dia yang dengannya pemirsa seharusnya mengidentifikasi diri, adalah seorang wanita, Ester (Mordekhai adalah, tentu saja, tokoh utama lain dan di akhir kisah berada pada posisi atas, tetapi ini sebenarnya karena hubungannya dengan, dan melalui usaha dari Ester). Pilihan seorang pahlawan wanita ini di kisah ini adalah penting. Wanita, dalam kondisi berada di dunia Persia, sama dengan di banyak budaya lainnya, tidak berdaya dan merupakan anggota masyarakat yang dipinggirkan. Bahkan jika mereka berada dalam budaya yang dominan, mereka tidak bisa begitu saja keluar dan meraih kekuasaan, seperti yang bisa dilakukan pria; apa pun kekuasaan yang bisa mereka peroleh didapatkan melalui manipulasi pemegang kekuasaan publik, pria. Berkenaan dengan ini orang Yahudi yang dibuang bisa mengidentifikasi diri mereka dengan wanita: dia terlalu tidak berdaya dan dipinggirkan, dan kekuasaan hanya bisa diperoleh melalui kecerdasan dan talenta seseorang. Akan tetapi, saat tindakan Ester ditunjukkan, ini bisa terjadi. Dengan lihai menggunakan kecantikan dan pesona, dan kepintaran politik, dan dengan mengambil resiko, Ester menyelamatkan bangsanya, mendatangkan kegagalan pada musuh mereka, dan menaikkan saudaranya ke posisi tertinggi di kerajaan. Ester menjadi contoh bagi orang Yahudi yang tinggal di pembuangan.
Aspek unik kedua dari Kitab Ibrani Ester adalah tidak adanya unsur agama yang jelas. (Allah tidak disebutkan di dalam kitab. Tidak ada praktek agama, dengan pengecualian berpuasa). Banyak komentator berargumentasi bahwa keyakinan agama, seperti keyakinan akan perlindungan Allah atas umat pilihan, ada (Est. 4:14). Argumen ini mungkin benar, tetapi, memang benar bahwa kehadiran Allah sama sekali jelas tidak ada. Identitas Yahudi tampaknya lebih kepada secara etnik, bukan secara agama. Siapa diri Ester itulah yang menjadikan keyahudiannya, daripada apa yang dia lakukan atau percayai. Hal ini menunjukkan bahwa pemirsa kitab itu benar-benar berada di negeri asing, di mana praktek-praktek agama tertentu, seperti penyembahan di kuil, benar-benar tidak memungkinkan, dan identitas etnik Yahudi ada dalam bahaya musnah melebur ke dalam Asia Barat kuno yang besar. Kitab Ester menunjukkan bahwa ini tidak perlu terjadi; bahkan, bangsa Yahudi bisa berkembang pesat sebagai bangsa Yahudi (meskipun bahaya di dalam hidup mereka juga jelas-jelas ada).
Karakter Ester merupakan contoh positif bagi wanita dan pria Yahudi yang tinggal di negeri asing, pada zaman ketika kitab itu ditulis dan juga sampai ke abad-abad berikutnya hingga masa kini. Kekontemporeran (kemampuan untuk mengikuti perkembangan zaman - Red.) dari pesannya membuat kitab itu terus populer, seperti halnya Ester sendiri, di dalam masyarakat Yahudi. (t/Jing-Jing)
Sumber referensi:
1. Levenson, Jon D. Esther: A Commentary. Louisville, KY: 1997.
2. Meyers, Carol, General Editor. Women in Scripture. New York: 2000.
3. Moore, Carey A. Esther. New York: 1971.
4. White, Sidnie A. Esther; Women’s Bible Commentary. Disunting oleh Carol A. Newsom dan Sharon H. Ringe. Kentucky: 1992; expanded edition, 1998. 124–129.
5. Ibid. Esther: A Feminine Model for Jewish Diaspora; In Gender and Difference in Ancient Israel. Disunting oleh Peggy L. Day. Minneapolis: 1989. 161–177
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | JWA |
URL | : | https://jwa.org/encyclopedia/article/esther-bible |
Judul asli artikel | : | Esther: Bible |
Penulis artikel | : | Sidnie White Crawford |
Tanggal akses | : | 20 April 2018 |
- Login to post comments
- 6698 reads