Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi

You are hereDari Meja Redaksi / Menyelamatkan Bumi Melalui Gereja

Menyelamatkan Bumi Melalui Gereja


Kita sering kali mendengar pemanasan global di media elektronik dan media cetak. Hutan dibabat orang-orang nakal yang sering disebut "illegal logging". Kita dikejutkan dengan berhasilnya departemen kehutanan bersama aparat keamanan menyelamatkan triliunan rupiah uang negara dari penangkapan illegal logging di Papua baru-baru ini. Kita juga dikejutkan kasus Teluk Buyat yang kontroversial itu. Kita tahu tragedi banjir bandang di Bukit Lawang Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Hal itu semua terjadi akibat ulah rakusnya manusia.

Hal itu tidak terjadi apabila manusia memahami keseimbangan alam. Apakah kita pernah membicarakan krisisnya bumi ini di gereja? Seberapa jauh gereja peduli tentang hal itu? Atau, jangan-jangan penghuni gereja termasuk dalam golongan orang-orang rakus itu. Dan, apakah mereka para penyumbang bagunan gereja? Sudah berapa banyak gereja yang menyuarakan jemaatnya agar memelihara bumi? Jangan-jangan para pendeta masih mengkhotbahkan "kuasailah bumi"? Kuasailah bumi dalam pengertian apa yang disampaikan para pendeta? Sudah berapa kali pendeta kita mengkhotbahkan keseimbangan alam?

Sebenarnya apakah krisisnya bumi menjadi tugas gereja? Bukankah itu tugas negara? Bagaimana sebenarnya konsep yang benar? Konsep yang benar dalam hal ini agaknya sulit kita cari, karena masih jarang kita dengar. Kita patut prihatin melihat gereja yang masih sibuk mengurus dirinya sendiri tanpa ada tanda-tanda yang menggembirakan.

Dari pengamatan saya, baru satu kali pernah terjadi gereja secara institusi bersuara akibat krisis lingkungan. Hal itu pernah dilakukan secara kolektif oleh para pemimpin Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Kristen Batak Simalungun (GKPS), Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) untuk menolak almarhum PT. Inti Indorayon Utama (PT. IIU) tatkala mau berubah nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL). Itu pun tatkala masyarakat Porsea telah menderita.

Secara umum, gereja bertugas untuk membina jemaatnya untuk taat kepada firman Tuhan dan kemudian para jemaat menjadi garam dan terang di tengah-tengah dunia yang penuh kemunafikan ini. Pembinaan itu berfungsi untuk mendorong para jemaat mengabarkan Injil di mana dan ke mana jemaat akan pergi. Kenyataannya, kini penginjilan semakin hari semakin tidak menggema. Kadang pemahaman pluralisme dianggap sebagai toleransi untuk tidak mengabarkan Injil. Semangat pluralisme dianggap seolah-olah membuat kita lupa akan pentingnya pemberitaan Injil. Bahkan, kita tidak jarang mendengar teologi yang mengatakan bahwa ada keselamatan di luar Kristus. Jikalau ada keselamatan di luar Kristus, untuk apa kita mengabarkan Injil Kristus? Di sini saja gereja kini memiliki masalah yang sangat besar. Di satu sisi, gereja yang memiliki semangat penginjilan sering kali lupa akan pembinaan jemaat untuk melestarikan keseimbangan alam. Di sisi lain, gereja yang lupa penginjilan sangat bersemangat menyuarakan pelestarian lingkungan walaupun masih dalam tahap wacana. Pola hidup kedua gereja ini belum pada tahap yang ideal sebagai umat Allah. Kita sangat jarang melihat gereja yang semangat penginjilannya tinggi menunjukkan jemaat dengan pola hidup sederhana. Celakanya, ada gereja yang menawarkan kemakmuran hidup dengan mengatakan bahwa mengikuti Yesus, hidup adalah mapan secara ekonomi, sebab kemiskinan adalah kutuk. Saya pribadi sangat miskin secara materi. Apakah saya ini kutuk dari Allah? Saya kira pendapat ini sungguh memprihatinkan. Di tengah kemiskinan materi yang saya miliki, tiap hari, jam, menit, detik saya selalu mengucap syukur karena kebaikan Tuhan. Apakah pemilik materi lebih bahagia dari hidup saya? Bagi saya, kesederhanaan hidup, memberi hidup bagi sesama adalah syarat untuk menyelamatkan bumi yang diobok-obok para konsumerisme. Kerusakan alam telah menimbulkan berbagai penyakit, kemiskinan kelompok masyarakat pinggiran, penggundulan hutan telah memiskinkan masyarakat di sekitar hutan. Sementara hasil hutan dinikmati para konsumerisme yang umumnya tinggal di perkotaan.

Melihat semakin kritisnya alam, khususnya di Indonesia, maka gereja harus terpanggil memberikan kontribusi. Kita harus sadar, bahwa kerusakan lingkungan bersumber dari perilaku manusia. Perilaku kolektif manusia yang konsumtif telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kita memahami bahwa bumi ini menjadi tanggung jawab kita kepada Tuhan. Oleh sebab itu, pelestarian bagi umat Kristus semestinya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penginjilan. Jikalau kita telah menerima Injil Yesus Kristus, semestinya kita menjadi pelopor untuk melestarikan lingkungan hidup dengan cara memulai diri sendiri, komunitas Kristen yang kemudian bersama-sama dengan umat lain untuk melestarikan lingkungan hidup. *) Untuk melihat kelanjutan artikel ini, silakan berkunjung ke alamat URL di bawah.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama situs : e-Artikel
Penulis : Gurgur Manurung
Alamat URL : http://artikel.sabda.org/menyelamatkan_bumi_melalui_gereja

Komentar


Selamat Natal 2024 dan Tahun Baru 2025



https://natal.sabda.org

SABDA Live



Alkitab SABDA


Cari kata atau ayat:

Kamus SABDA


Media Sosial

 

Member login

Permohonan kata sandi baru